Ilustrasi: Sawah sebagai mata pencaharian utama dusun Goleng |
Goleng, salah satu dusun di kabupaten Grobogan ternyata memiliki segudang keistimewaan sekaligus keanehan dibanding dusun-dusun lainnya se-kecamatan Klambu. Coba bayangkan, pada hari raya Islam -Idul Fitri dan Idul Adha- anak-anak kecil diperbolehkan merokok oleh orang tuanya. Hanya di hari raya. Jika nantinya, Anda berkunjung ke dusun kecil tersebut, jangan kaget kalau Anda melihat kenyataan bahwa anak-anak berani menghisap tembakau layaknya orang dewasa. Karena, saat hari raya tiba, para orang tua hendak mengajari anak-anaknya untuk memeriahkan dan mengapresiasi jerih payah puasa satu bulan mereka. Namun, hal yang perlu disoroti di sini buka rokoknya bro, tapi substansi dan pesan moralnya. Lalu apa pesan moralnya? Silahkan cari sendiri, kalau belum tahu, caranya cari lagi. Hehe!
Daerah berpenghuni sekitar seribu orang tersebut juga tidak kalah dalam hal sumber daya alam dan manusia. Timur dusun terbentang luas sawah-sawah, lebih ke timur ada pegunungan, sungai-sungai pun mengelilingi dusun pinggiran tersebut. Banyak orang berasumsi bahwa kota Purwodadi panas, tanahnya tandus, dan masyarakatnya pasti berkulit hitam. Wah, sampean termakan opini yang sukanya menjeneralisir tanpa data. Cobalah sesekali main ke dusun Goleng, suasana adhem ayem, dimanjakan tanaman-tanaman hijau, dan warganya ramah-ramah pasti Anda temukan. Bahkan, gadis-gadis manis dan cantik natural turut meramaikan dusun yang dengan cikal bakal Mbah Rontono dan Mbah Rontoko itu. Atas jasa kedua orang itu lah, dusun Goleng dapat eksis dan diakui sebagai salah satu daerah di kabupaten Grobogan, kata eyang kakung saya. Dulunya, lanjut eyang, Goleng hanya hutan dan rawa, sampai akhirnya datang dua bersaudara itu, mereka kemudian babat alas dan jadilah dusun yang masih mengakar pada desa Terkesi itu.
Lebih lanjut, ternyata warga dusun Goleng ini juga mempunyai kebiasaan mengkoleksi sawah dan tanah. Tak jarang, mereka memiliki sawah atau tanah di dusun atau desa tetangga. Meskipun tanah dan sawah di Goleng sendiri terbentang luas. Bukan bermaksud menjajah lho, mereka hanya ingin melihat keturunannya dapat hidup makmur, tak berjuang seberat mereka (orang tua). Hasilnya, kesibukan sehari-hari mereka ialah ke kebun, sawah, atau membuat benih untuk ditanam di sawah. Tapi, urusan ubudiyah tak terganggu, meskipun disibukkan untuk menggarap sawah, jika datang waktu sembahyang, mereka segerakan untuk mencukupkan pekerjaan dan pulang. Mungkin saja, sembahyang juga dijadikan alasan untuk beristirahat sejenak dari kesibukan-kesibukan yang mereka hadapi seharian.
Mereka lebih memilih memilik banyak tanah daripada iming-iming mobil, perhiasan, atau rumah mewah. Kekayaan menurut mereka bukan berdasar pada tiga barang di atas. Akan tetapi, seseorang dapat dikatakan sebagai orang kaya jika ia memiliki tanah banyak dan luas, meskipun rumah tak bertembok bata. "Sing penting ora kudanan lan ora kepanasan. Iseh ono panggon ngiyup," Mereka juga tahu bahwa kaya tak menjamin mereka hidup tentram. Lalu apa yang diharapkan? Sukses. Sukses bukan berarti memiliki banyak tanah, rumah, dan mobil mewah, mereka meyakini adanya kehidupan setelah ini, akhirat. Sukses itu jika mereka dapat menjalankan segala perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Masyarakat dusun ini juga banyak mengikuti tarekat, jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Tarekat dapat dilakukan jika syariat sudah terpenuhi. Dalam artian, wilayah syariat masyarakat dusun Goleng tak diragukan lagi, karena mayoritas mereka sudah sampai pada zona tarekat. (Islach)
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.
0 komentar:
Posting Komentar